Birokrasi Deptan Berbelit

Posted on Juni 16, 2008

0


KALANGAN pengusaha mengeluhkan sistem birokrasi di Departemen Pertanian (Deptan) yang sampai kini masih berbelit-belit. Penilaian itu muncul setelah sejumlah surat izin yang masuk ke lembaga tersebut belum juga disetujui dan terus ditangguhkan. Setidaknya, sekarang terdapat 107 surat persetujuan pemasukan (SPP) yang masih numpuk di Deptan hingga lewat 40 hari. Sampai akhir pekan lalu, dari 107 SPP itu terdapat 97 berkas lain yang justru belum diteken.

Wakil Ketua Komisi Tetap Ketahan Pangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Don P Utoyo mengatakan, birokrasi di Deptan masih amat panjang dan rumit sehingga pengusaha harus mengeluarkan biaya yang dikeluarkan pengusaha makin membengkak. Dia memisalkan, untuk waktu pengurusan izin, mestinya pejabat Deptan bisa merampungkan dalam satu atau dua hari saja. Namun, akibat birokrasi yang buruk dan berbelit-belit akhirnya molor lebih dari 1,5 bulan.

”Kini ada 107 SPP sudah lewat 40 hari belum keluar. Deptan bilang, bisa disetujui Jumat (6/6). Eh, molor jadi Kamis (10/6). Bahkan, sampai sekarang baru 10 SPP saja yang bisa keluar,” katanya.

Menurut Don, SPP yang masih numpuk itu, umumnya terdapat di Direktorat Jenderal Peternakan sejak 2 Mei 2008. Pemohon SPP, katanya, tak terproses setelah kapal merapat 14 Mei 2008. Bahkan, sudah ada barang yang waktu bebas demurrage-nya habis.

Don mengatakan, alasan pejabat teknis yang menangani perizinan di Deptan juga terbilang aneh, seperti tengah ke luar kota atau ke luar negeri. Kadang, ada pula yang justru menyalahkan dokumen dari peminta izin karena dinilai tak lengkap atau mendadak muncul penerapan aturan baru. ”Itu semua tanpa ada sosialisasi. Harusnya, pejabat Deptan faham dong! Kalau arti jabatan itu tak boleh absen. Boleh saja tak ada di tempat. Tapi mekanisme birokrasi tetap harus jalan kan? ”

Akibatnya, kata Don, pengusaha harus menanggung pembengkakan biaya sewa gedung, terkena denda demurrage (biaya kelebihan waktu dalam pemakaian kontainer), dan pemindahan barang mencapai Rp112,5 miliar per bulan.

”Jika masalah SPP ini menjadi beban, maka birokrasi di Deptan harus dievaluasi. Mungkin tak perlu lagi dokumen untuk setiap pemasukan barang. Deptan cukup beri persetujuan prinsip, berlaku untuk jangka waktu tertentu apakah per tahun, semester, atau triwulan?” katanya.

Ketua Gabungan Pengusaha Perunggasan Indonesia, Anton J Supit menambahkan, 97 berkas SPP itu adalah izin pemasukan bahan baku pakan atau rekomendasi impor yang berisi 75.000 ton bahan baku pakan ternak. ”Jumlah ini tak bisa dibongkar dan terancam dilelang.”

Anton mengatakan, jenis bahan baku pakan yang terhambat masuk adalah tepung daging dan tulang (meat and bone meal), tepung daging unggas (poultry meat meal), dan feather meal, yakni tepung bulu yang sebagai bahan pakan alternatif biasanya berasal dari bulu unggas, khususnya bulu ayam. Tiga jenis bahan baku itu adalah komponen utama pemberi protein bagi pertumbuhan ternak.

”Nilai riil kerugian yang harus ditanggung akibat demurrage, biaya sewa gudang, dan pemindahan barang mencapai Rp 112,5 miliar sebulan. Semua ini akhirnya harus ditanggung peternak dan masyarakat konsumen,” kata Anton.

Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan Ternak Fenni Firman Gunadi menyatakan, biaya tambahan yang harus dikeluarkan akibat terhambatnya proses administrasi cukup besar. Perhitungan industri pakan ternak menunjukkan, pada pekan pertama hingga keenam total demurrage yang harus dikeluarkan importir mencapai US$2.800 per kontainer 20 kaki.

Beban biaya tambahan semakin besar karena importir juga harus membayar sewa gudang swasta dan biaya pemindahan yang totalnya mencapai Rp11 juta. Total kerugian akibat lambannya pengurusan SPP tiap kontainer sebanyak Rp37 juta per ton. Rata-rata impor tiga jenis bahan baku itu sebulan sekitar 75.000 ton.

Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Peternakan Deptan Tjeppy D Sudjono mengatakan, keterlambatan pengurusan SPP bisa terjadi karena petugas atau direktur yang berwenang menandatangani tugas keluar atau dokumen kurang lengkap.(tur)

Ditandai:
Posted in: Agribisnis